Gaza, Cara1001 – Kabar kematian pemimpin Hamas Yahya Sinwar dalam operasi militer Israel memicu beragam reaksi warga Jalur Gaza.
Beberapa menyebut kematian Sinwar sebagai “Tragedi”, sedangkan yang lainnya mengharapkan kematian pemimpin Hamas itu bisa segera mengakhiri perang yang berkecamuk setahun terakhir.
Ketika berita kematian Sinwar menyebar melalui telepon seluler, seperti dilansir Reuters Al Arabiya, Jumat (18/10/2024), gambar pertama yang muncul menunjukkan jenazahnya terkubur di reruntuhan dengan luka menganga di kepalanya. Gambar tersebut beredar cepat secara online.
Gambar yang mengerikan itu menandai akhir dramatis bagi Sinwar, warga asli Gaza, yang mencuat sebagai pemimpin Hamas setelah memicu perang berkelanjutan yang memicu penderitaan warga sipil di daerah kantong Palestina tersebut.
Setelah foto-foto itu beredar dan pengumuman disampaikan lewat media-media Israel, banyak yang masih tidak percaya jika Sinwar telah menemui ajalnya.
“Pembunuhan Yahya Sinwar adalah tragedi bagi rakyat Gaza, kami tidak menduganya,” ucap Amal al-Hanawi (28) yang kini mengungsi di area Nuseirat, Jalur Gaza bagian tengah.
“Saya mendapat kesan bahwa Hamas sudah berakhir, tidak ada lagi perlawanan yang kuat, mereka sudah hancur,” ujarnya saat berbicara kepada AFP, sembari mengatakan “inilah yang diinginkan Netanyahu”.
Kelompok Hamas belum mengonfirmasi atau memberikan komentar langsung atas laporan kematian Sinwar. Tetapi sejumlah sumber di dalam kelompok militan yang menguasai jalur Gaza itu mengatakan bahwa indikasi yang mereka lihat menunjukkan Sinwar memang dibunuh pasukan Israel.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut kematian Sinwar sebagai “awal dari akhir” bagi perang yang berkecamuk di Jalur Gaza.
Sebagian besar wilayah Gaza rata dengan tanah akibat rentetan serangan Israel untuk membalas serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, di mana Sinwar diyakini sebagai dalang utamanya.
Serangan Hamas itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.
Rentetan serangan Israel untuk membalas Hamas, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan 42.438 orang selama setahun terakhir.
Dengan kematian Sinwar, banyak yang bertanya-tanya apakah akhir dari perang Gaza sudah di depan mata.
“Tidak ada lagi alasan bagi Netanyahu untuk melanjutkan perang pemusnahan ini,” ucap seorang warga Gaza lainnya, Moumen Abou Wassam (22).
Wassam berasal dari area Al-Tuffah di Gaza City, salah satu area tertua di wilayah tersebut, yang terkenal dengan masjid-masjid bersejarahnya, beberapa di antaranya dibangun pada abad ke-13. Hampir seluruh masjid yang ada di area itu hancur akibat perang.
“Insya Allah, perang akan berakhir, dan kita akan melihat dengan mata dan kepala kita sendiri rekonstruksi Gaza,” cetusnya.
Sebelum kabar kematian Sinwar menyebar luas, hari-hari di Gaza diwarnai tembakan artileri dan serangan udara, termasuk serangan yang menghantam sekolah yang menampung para pengungsi di area Jabalia hingga menewaskan sedikitnya 14 orang.
Kebanyakan warga Gaza terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka, dengan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), banyak yang kini menghadapi musim dingin di kamp-kamp darurat.
“Kami sudah lelah, perang sudah terlalu jauh, perang telah merenggut segalanya dari kami,” ujar Shadi Nofal Abou Maher (23), yang berharap “dunia akan mengintervensi” untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Di ruas-ruas jalanan maupun di jejaring sosial, beberapa warga Gaza memuji Sinwar yang disebut telah berjuang sampai akhir. “Dia akan dikenang sebagai pemimpin yang gugur di medan perang,” ucap Ahmed Omar (36).